Kamis, 19 Juni 2014

aku, kamu, dia (3)

putus. Seperti benang layangan yang terputus. Seperti kertas yang tersobek. Seperti kaca jendela yang terlempar batu. Satu kata yang terkadang tidak akan mengembalikan segala hal seperti semula. Satu kata yang akan menyakiti seseorang. Akhir? Ataukah awal dari segalanya?

---

"Aku sudah putus, dia memutuskanku, aku harus bagaimana?"
Aku pasti salah dengar semua ini. Sejenak aku berfikir seharusnya aku bahagia mereka sudah usai. Ternyata tidak. Hatiku sakit melihat tangis seorang perempuan yang memiliki kelembutan itu. Vivi menangis menceritakan bahwa hubungan mereka sudah selesai. Tanpa alasan yang jelas Syah menghentikan hubungan ini. Mungkin dia sudah bosan atau sudah memiliki perempuan lainnya. Tidak mungkin bukan. Lelaki impianku tidak mungkin orang sejahat itu. Tidak untuk berfikiran picik namun bagaimana lagi aku terlanjur larut dalam kekesalan dengan Syah. Bukankah harusnya aku bahagia? Berkali-kali aku bertanya dalam fikiranku. Ini salah, aku membencinya saat ini.

Cerita kesedihan Vivi tidak hanya tersampaikan pada telingaku tapi juga terdengar oleh temanku Aini dan sahabat dekat Syah yaitu Rizky. Sebagai sahabat dekat Syah, Rizky tidak terlihat akan membela teman dekatnya. Rizky mencoba menenangkan Vivi dan berkata Syah memang tidak sebaik itu, dia tidak sebaik yang selalu tercantum dalam ingatanku. Ini pasti ilusi. Dari suka, tiba-tiba aku merasa kesal dengannya.

"Kamu lelaki kurang ajar. Sifatmu buruk sekali!"
Pada akhirnya ya seperti ini kisah kami. Menjauh dari lelaki yang tampak sempurna di mataku. Tanpa kontak lagi, dengan banyak umpatan kami menghujani kehidupan Syah. Rizky terlihat masih berteman dengan Syah namun Ia memang sering mengatakan Syah tidak pantas untuk disukai oleh Vivi. Ternyata Syah orang yang seperti itu, dan Rizky selalu ada untuk kami.

Beberapa minggu berlalu sudah tidak terdengar lagi kesedihan Vivi karena aku dan Aini selalu menghiburnya. Tidak terlupakan lelaki yang selalu menemani kami yaitu Rizky walau Syah tidak lagi berbicara dengan kami.

"Lelaki ini baik hati, setia, mungkin aku mulai tertarik dengannya"
Aku mulai berfikir, aku menemukan orang yang aku sukai lagi. Dia tidak jauh dari kehidupanku yang saat ini. Memikirkannya saja membuatku bingung. Pantaskah setidaknya aku merasakan hal ini padanya. Lelaki dengan penuh kelembutan dan perhatian. Bahkan iya lebih mengerti perasaan seorang perempuan hingga membela Vivi dan menjauhkan Syah dari kehidupannya. Aku ingin mengenalnya lebih lagi.

Tapi ternyata tidak hanya aku yang merasakan hal ini, tidak lama kemudian sahabatku saling mengakui hal yang tidak kuduga. Anehnya ini terulang lagi.

"Aku sepertinya suka dengan Rizky"
Aini mengatakan hal itu dengan jelas. Aku dan Vivi terdiam dan melihat Aini dengan penuh tanya. Sejak kapan Aini menyukai orang itu. Tapi ternyata tidak hanya Aini, Vivi pun mengakui bahwa ia juga menyukai Rizky. Rizky begitu mengagumkan membuat 3 orang sahabat menyukai seorang dirinya. Tapi aku tidak mau mengalah kali ini. Aku ingin sahabat-sahabatku juga mengerti dan aku juga mengakui bahwa aku juga menyukai Rizky. Kami terdiam seribu bahasa bahkan tidak tau harus merangkai kata-kata yang seperti apa.

"Jadi bukankah kita harus saling mensupport satu sama lain?"

Kalimat ini terlontar memecah keheningan di waktu siang hari itu.

-- to be continue ---

Tidak ada komentar:

Posting Komentar