Selasa, 20 Mei 2014

aku, kamu, dia (2)

Ini bukan akhir dari segalanya. Aku pikir ini hanya akan terjadi sekali dalam kehidupanku. Mengharapkan akan ada hal baik lainnya yang akan terjadi denganku. satu dari sisa serpihan keping sebuah perjalanan tiada akhir.

---

pertemanan ini tetap berjalan baik. Kini aku bisa melihatmu tersenyum lebih bahagia bersama teman baikku. Pikirku aku tidak salah bukan berbahagia melihat lelaki yang aku kagumi bersama perempuan yang juga kusayangi. Aku tidak apa-apa. Aku yakin aku akan lebih bahagia jika melihat mereka bersama. Ini lebih baik daripada aku melihatmu dengan perempuan yang tidak kukenal bukan.

"kamu sedih?"
Dia selalu ada dihadapanku lagi. Rizky mempertanyakan hal ini seakan raut mukaku menunjukkan segalanya. Dia pintar dalam menebak bukan. Tapi aku harus pintar menyembunyikan kebohongan ini agar dia berhenti menerka apa yang ada dipikiranku.

"Aku tidak apa-apa, sungguh"
sedikit balasan dariku dengan senyum kecil yang tidak bisa kutahan lebih lama. Aku berbohong bukan. Aku yang pertama kali melihatnya, aku yang mengaguminya, dan memang aku hanya akan menjadi teman dari pacarnya. Aku mencoba bahagia melihat Syah dengan teman terbaikku Vivi. Mencuri pandang ke arah canda tawa mereka yang ternyata sedikit menyakitkan hatiku.

"Masih banyak lelaki lain, lupakan, dan cari yang baru"
kembali ucapannya selalu membuatku tenang seakan dia tau aku berbohong. Kenapa Rizky begitu mengerti tentangku. Dia bisa menenangkan hati hanya dengan beberapa kata yang ia ucapkan. Lelaki ini baik bukan. Kenapa bukan dia yang aku suka kenapa temannya.

Banyak hal lain yang tidak aku pikir sebelumnya. Seiring berjalannya waktu aku bisa segera melupakan aku pernah suka dengan Syah. Aku, Syah, Rizky, Vivi dan seorang temanku lagi Aini memang sering bermain bersama. Tatkala gelak tawa selalu menghiasi hari-hari kami setiap kali kami bersama. Namun hari-hari itu akan segera terhenti bukan. Pasti entah kapan, aku berusaha untuk tetap menjaganya selagi aku mampu.

"Aku rasa aku suka dengan dia"
Perempuan dengan tatapan penuh kelembutan itu menceritakan rahasia kecilnya denganku dan Vivi. Aini diam-diam menaruh rasa kepada Rizky, lelaki yang memang pantas untuk dipenuhi oleh rasa sayang. Setidaknya itu pikirku sekarang. Sebagai seorang teman dan orang yang mengenal Rizky tentu aku mendukungnya.

Aku rasa pertemanan penuh tawa dan cinta ini menyejukkan hati. Aku tidak apa-apa dengan hal seperti ini, aku bahagia bersama mereka. Aku rasa pertemanan kami memang tidak ada yang mengalahinya, sampai pada akhirnya akan ada satu celah dimana angin bertiup lebih kencang dan menggugurkan daun-daunnya yang sudah rapuh.

"Aku sudah putus, dia memutuskanku, aku harus bagaimana?"

Pernyataanmu, pertanyaanmu, tangismu, memecah fantasiku..

--- to be continue ---

Tidak ada komentar:

Posting Komentar